Minggu, 22 November 2009

Plus Minus Sebuah MLM


Sukses MLM disebabkan kemampuannya menggaet anggota melalui pendekatan psikologis. Hati-hati bahaya materialistik dan hedonistiknya.

Bisnis berbasis Multi Level Marketing (MLM) dianggap sangat menguntungkan semua pihak yang terlibat. Bisnis dengan sistem pemasaran melalui banyak level (up line/down line) ini, polanya membentuk jaringan berbentuk vertikal atau horizontal yang korelatif.

Di balik bayangan keuntungan, menjalankan bisnis bersistem MLM, perlu diwaspadai dampak negatif psikologisnya. Seperti obsesi yang berlebihan untuk mencapai target penjualan, tidak kondusifnya suasana yang kadang mengarahkan diri pada pola hidup hedonis, dan kecenderungan untuk berhenti bekerja formal karena terobsesi mendapat harta banyak dalam waktu singkat.

Dalam sistem ini, seorang mitra akan diperlakukan berdasarkan target-target penjualan kuantitatif material yang mereka capai. Akibatnya, jiwa mereka terkondisi menjadi materialistik, dan melupakan tujuan asasinya untuk dekat kepada Allah (Qs. al-Qashash [28]: 77, dan al-Muthaffifîn [83]: 26).

Setidaknya ada tiga sudut pandang psikologis yang digunakan dalam training MLM. Pertama, psikologi humanistik. Biasanya, kandidat disoroti status, fungsi, dan peran kemasyarakatannya yang belum membanggakan, sehingga perlu peningkatan. Penjelasannya menggunakan standar perbandingan dikotomis antara “sukses” dan “kurang sukses”. Tujuannya, agar kandidat merasa bisa mencapai taraf yang lebih baik bila ikut MLM.

Kedua, psikologi behaviorisme yang menekan pada reward-punishment. Dalam MLM tidak dikenal sistem gaji. Tapi menggunakan sistem komisi dari penjualan dan perluasan jaringan. Saat meyakinkan kandidat baru, selalu diutarakan bahwa sistem reward pekerjaan konvensional tak akan cukup mewujudkan standard ‘kesuksesan’. Artinya, perlu menambah pekerjaan dari MLM, agar penghasilannya bisa memadai.

Ketiga, psikologi kognitif. Serupa dengan yang banyak digunakan dalam training-training motivasi, dalam penyaringan kandidat MLM, si kandidat diyakini kemampuannya untuk memenuhi target, dan mengikuti MLM.

M. Munir Chaudry, Ph.D, Presiden The Islamic Food and Nutrition of America (IFANCA) telah mengeluarkan edaran tentang produk MLM halal. IFANCA mengingatkan umat Islam untuk meneliti kehalalan suatu bisnis MLM, sebelum bergabung atau menggunakannya. Yaitu, dengan mengkaji aspek marketing plannya (rencana pemasaran), apakah ada unsur skema piramida yang merugikan downline atau tidak. Kemudian, apakah ia memiliki catatan positif? Dan apakah produknya mengandung zat-zat haram?

Bila perusahaan lebih menekankan aspek target penghimpunan dana, dan menganggap produk tidak penting, apalagi uang pendaftarannya cukup besar, maka patut dicurigai sebagai money game ala judi. Terakhir, harus diperhatikan apakah perusahaan menjanjikan kaya mendadak tanpa bekerja?

Selain kriteria penilaian di atas perlu diperhatikan pula transparansi penjualan, pembagian bonus dan komisi penjualan, pembukuan perpajakan, jaringan dan level, motif dan tujuan bisnis, kehalalan produk, tidak ada excesive mark up harga produk maupun barang, serta eksploitasi pada jenjang manapun.


Sumber : http://majalahqalam.wordpress.com/bisnis/plus-minus-mlm/

Trik Memasarkan Produk melalui Facebook

Strategi pemasaran yang jitu dibutuhkan agar bisnis melaju pesat. Sudah bukan zamannya lagi mengandalkan pemasaran hanya dengan menata barang dagangan di toko atau kios. "Kehadiran internet telah merevolusi cara pebisnis memasarkan produk," ujar Iim Faima, direktur Virtual Consulting, dalam seminar Taklukkan Krisis, Gali Potensi Lokal, 11 Juli 2009 lalu di Hotel Discovery Kartika Plaza, Kuta, Bali.

Jumlah pengguna internet di Indonesia hingga pertengahan 2009 lebih dari 60 juta orang. Sekitar 84% pengguna internet aktif biasanya mencari tahu informasi barang yang akan dibelinya melalui internet. "Kondisi ini memberi peluang besar bagi pebisnis untuk menjaring banyak konsumen secara online," ujar Iim.

Banyak fasilitas yang bisa digunakan sebagai alat pemasaran yang murah namun efektif. Selain lewat e-mail dan milis, Anda juga bisa membuat website sendiri. Tetapi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain desain harus menarik, materi jelas, dan navigasinya mudah. Website juga harus menampilkan detail informasi produk atau layanan. Sediakan pula fasilitas pembayaran yang fleksibel. Iim menyarankan dua cara pembayaran yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat Indonesia, yakni cash on delivery dan transfer.

"Jangan lupa menambahkan fasilitas customer service, misalnya, nomor telepon dan alamat e-mail. Siapkan juga layanan tambahan sesuai karakter konsumen. Misalnya, pembeli bunga dan kado biasanya memerlukan bungkus cantik dan kartu ucapan. Berikan keduanya secara gratis, yang bisa dipilih di website Anda," kata Iim, yang menyebutkan bahwa situs jejaring sosial seperti facebook juga menjadi sarana promosi yang bagus.

Memang, Anda perlu tahu aturan main yang berlaku. Untuk facebook, misalnya, yang paling aman adalah berpromosi di wall sendiri dengan kata-kata atau menampilkan pindaian selebaran. Bisa juga mengirim pesan di inbox teman-teman, tetapi ada batasnya. Dalam sehari, Anda hanya boleh mengirim ke 500 orang.

Berbisnis lewat online juga perlu strategi tepat. Salah satu tipnya adalah membuat proses pembelian yang sederhana. Jangan bebani calon pembeli dengan meminta mereka mengisi data terlalu banyak. "Dalam dunia online, makin sederhana proses, makin besar kemungkinan terjadinya pembelian," ujar Iim. Maksimal, calon pembeli hanya perlu mengisi tiga data, yakni nama, e-mail, dan nomor telepon.

Sumber : http://wanitawirausaha.femina.co.id

Tujuh Kesalahan Bermitra Bisnis

Bermitra bisnis itu hal yang umum terjadi, dan kadang memang diperlukan, terlebih saat usaha baru mau dibangun atau berjalan. Alasannya sederhana: saling melengkapi keahlian, atau bisa patungan, entah itu peralatan kantor atau biaya operasional. Seseorang yang punya modal, kalau bisa bekerjasama dengan orang yang punya pengetahuan dan ketrampilan, tentu akan menciptakan sinergi dan keuntungan. Begitu pemikiran awal yang biasanya muncul.

Memang, kemitraan merupakan cara yang bagus untuk memulai bisnis. Namun, dari pengalaman, ini bukan selalu cara yang terbaik. Yang sulit dari kemitraan adalah, umumnya bermitra bisnis itu mirip seperti menikah. Di Amerika Serikat sana, statistiknya, separuh dari pernikahan itu tidak bertahan (mudah-mudahan di Indonesia statistiknya jauh lebih rendah).

Bagaimana membuat kemitraan bisnis tetap langgeng? Tentu, kedua pihak harus mampu menghandel banyak hal: ego masing-masing, masalah keuangan, stres pekerjaan, biaya overhead tiap bulan, pengeluaran sehari-hari, ditambah lagi persoalan para karyawan, dan sebagainya.

Jika Anda tengah berpikir untuk bermitra bsinis, tip berikut mungkin dapat menghindarkan Anda dari masalah yang bisa timbul kelak.

1. Berbagi modal, bukan biaya
Kapanpun Anda sharing modal ke dalam bisnis, apakah itu uang, barang-barang, informasi, atau properti, secara otomatis Anda membiayai usaha itu. Dalam dunia yang sempurna, mitra Anda itu mungkin lurus, jujur, beritegritas penuh, dan sama sekali tidak tergoda untuk menganggap sharing Anda ini sebagai hadiah atau miliknya sendiri. Namun, dalam dunia nyata tidak seperti itu. Jadi Anda mesti hati-hati. Lebih baik, buatlah perjanjian di mana biaya-biaya dibagi sesuai proporsi kemitraan. Hal ini akan lebih mudah dicari jalan keluarnya jika kemudian terjadi masalah.

2. Menjadikan mitra karena tidak mampu menggaji
Ini merupakan 'pembunuh' kemitraan sejak dari awal. Skema seperti ini sering terjadi: Ayu punya sedikit modal dan ide bisnis, sementara Dewi punya ketrampilan berbisnis. Tapi Ayu tidak bisa menggaji Dewi untuk menjadi tenaga pelaksananya, jadi mereka sepakat untuk bermitra. Yang terjadi kemudian, Ayu dan Dewi berselisih, dan akhirnya Ayu harus ikut bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban yang seharusnya ditanggung Dewi (keuangan, hutang-piutang, dan lain-lain) berdasarkan perjanjian kemitraan itu.

Jika Anda punya ide dan orang lain punya skill untuk melaksanakannya, rekrut saja dia menjadi staf, atau perlakukan dia seperti pemasok yang dikontrak. Jangan berikan apa yang seharusnya tidak perlu Anda berikan.

3. Tidak ada perjanjian kemitraan yang legal dan tertulis
Namanya bermitra, setiap detail dan kewajiban masing-masing pihak harus secara jelas didefinisikan, ditulis, dan disetujui kedua belah pihak.. Hal ini bisa dilakukan dengan membuat perjanjian legal tertulis yang dirancang oleh konsultan hukum atau bisnis. Pastikan konsultan ini bisa dimintai pendapat ketika terjadi masalah.

4. Lupa tidak mempertimbangkan kemitraan terbatas
Salah satu hal yang sering disebut dalam perjanjian kemitraan adalah klausul bahwa kewajiban satu pihak juga ditanggung pihak lainnya. Padahal, Anda bisa meminta kemitraan terbatas, di mana Anda bisa tidak ikut bertanggung jawab untuk tindakan atau kewajiban tertentu yang dilakukan mitra utama. Lagi-lagi, pastikan konsultan hukum Anda bisa mengatur hal ini secara tertulis.

5. Kurangnya exit strategy
Perkawinan dimulai dengan perjanjian pranikah, yang di antaranya memberikan alternatif jalan keluar kalau-kalau pernikahan itu tidak berhasil. Hal yang sama juga berlaku dalam kemitraan bisnis.

Dalam setiap persetujuan kemitraan, definiskkan alternatif jalan keluar jika Anda atau mitra Anda ingin berhenti bermitra. Misalnya apakah harus menjual saham/kepemilikan kepada pihak satunya, ataukah boleh menjual kepada pihak luar. Atau ketika mitra ingin keluar saat kondisi usaha merugi, seberapa banyak yang harus ia ikut tanggung.

6. Berharap tetap bersahabat setelah kemitraan berakhir
Tidak semua kemitraan bisnis berakhir dengan happy ending. Malah, seringnya berakhir dengan tidak baik-baik. Analoginya seperti suami-istri yang bercerai. Berapa banyak di antara mereka yang kemudian tetap menjadi sahabat baik?
Memang bagus bermitra bisnis, misalnya, dengan sahabat dekat. Namun perlu diingat bahwa dalam dunia bisnis, bisnis itu yang menjadi nomor satu, sementara persahabatan menjadi nomor dua.

7. Mempunyai kemitraan 50:50
Setiap bisnis, termasuk wirausaha, memerlukan seorang bos. Jika Anda akan bermitra, buatlah kemitraan itu 60:40, 70:30, atau 75:25, namun tidak 50:50. Jadi bisnis Anda punya satu orang kunci yang bertanggung jawab serta mengendalikan kontrol operasional secara keseluruhan, dan tidak selalu dihambat oleh mitranya yang punya power sama namun punya pandangan bertolak belakang.

Keberanian dan Timing

Dalam dialog bisnis yang diadakan oleh Assosiasi Manager Indonesia (AMA) Yogyakarta beberapa waktu lalu, ada seorang peserta dialog yang menanyakan kepada saya, tentang bagaimana faktor keberuntungan dan faktor timing menentukan keberhasilan dalam bisnis?

Seberapa penting faktor keberuntungan itu bagi pengusaha? Orang-orang China punya kebiasaan, jika ingin terjun ke dalam bisnis, maka kita harus punya hoki atau keberuntungan yang besar. Kalau tidak punya, maka bisnis kita akan bangkrut.

Kalau ternyata kita tidak punya keberuntungan, maka disarankan kita jangan mendirikan bisnis. Padahal, menurut saya, yang namanya keberuntungan atau hoki itu sebenarnya adalah bagian dari hidup yang tidak dapat kita control. Tidak dapat kita duga. Dan, sesungguhnya itrulah hidup. Bagaimana kita tahu, bahwa kita punya keberuntungan, kalau kita belum pernah mencobanya. Keberuntungan harus dibuktikan, bukan hanya diangan-angankan.

Saya berpendapat, bahwa bisa saja kita punya keberuntungan. Hanya saja, oleh satu keadaan tertentu, keberuntungan itu bisa saja lantas pergi. Berbeda dangan timing, dalam setiap kegiatan bisnis yang kita lakukan, maka kita bisa mengontrolnya. Artinya, timing lebih sedikit bisa dikendalikan daripada keberuntungan.

Oleh karena itulah, menurut saya, memang mungkin saja bisnis itu bisa kita mulai atau kita ambil saat ini. Tetapi bisa saja, kalau kita mulai sejak lima tahun lalu. Sehingga timing ini sedikit bisa kita control. Jelas hal itu menunjukan, bahwa peluang bisnis itu sesungguhnya datangnya tidak mengenal waktu.

Hari ini bisa saja saatnya kita mengambil peluang bisnis itu. Dan kalau ditunda, tak mustahil akan diambil orang lain dan kita kehilangan peluang bisnis itu, saya kira, orang pertama yang menjual minuman Aqua di Indonesia, yakni Tirto Utomo, juga membutuhkan perjuangan sekitar 8 tahun untuk bisa eksis seperti sekarang ini.

Mungkin saja, waktu produk itu pertama kali dimunculkan, belum saatnya atau timing-nya kurang tepat. Sebab sebagian besar yang membeli produk Aqua tersebut adalah orang asing. Tapi ternyata dari waktu ke waktu orang Indonesia mulai menggemari minuman Aqua itu. Sehingga, orang kemudian mengenal air putih dengan menyebut "Aqua".

Begitu juga pada the botol, yang pertama kali diperkenalkan oleh Pak Sosro. Dimana, pada saat itu Teh Sosro masuk di pasar, juga bukan pada timing yang tepat. Sehingga, produk itu untuk bisa sampai dikenal dan digemari masyarakat, membutuhkan perjuangan yang keras.

Jadi saya kira, ada atau tidaknya keberuntungan di dalam kita berbisnis, sebaiknya tidak terlalu kita pikirkan hal itu, karena memang tidak bisa kita control. Tapi sebaiknya dengan timing itu tepat, dan mudah-mudahan itu sesuai dengan keberuntungan kita.

Sumber: http://www.purdiechandra.net/jadi-entrepreneur/2009/08/keberanian-dan-timing/

Selasa, 02 Juni 2009

Tepatkah Memulai Bisnis Sekarang?

Ada ungkapan, tidak ada waktu yang jelek untuk memulai bisnis. Saat keadaan ekonomi sedang bagus, dan orang-orang punya banyak uang untuk dibelanjakan, tentu ide yang cerdas jika Anda memulai sebuah bisnis. Namun saat keadaan ekonomi tidak stabil atau lesu pun, memulai suatu bisnis bisa jadi ide yang cerdas. Sebab bisa saja, saat krisis ini ada kebutuhan terhadap bisnis yang akan Anda luncurkan itu. Ditambah lagi, jika Anda memulai bisnis di saat orang lain ragu-ragu untuk memulainya, maka bisnis Anda itu akan lebih mudah mendapat perhatian orang.

Setiap orang punya hambatannya sendiri yang membuat mereka ragu-ragu memulai bisnis. Ada yang merasa kurang mampu, takut gagal, bahkan takut sukses. Sebagian lain mungkin merasa tidak mungkin kalau harus memulai segala sesuatunya dari awal. Sebagian orang mungkin akan berpikir, "Kira-kira produk apa yang harus saya buat, yang orang lain belum pernah membuatnya?" Dengan kata lain, ada orang yang berpikir bahwa mereka harus menemukan sesuatu yang benar-benar baru, kalau ingin sukses.

Kenyataannya, mencoba menciptakan sesuatu yang benar-beanr baru itu bisa jadi malah akan membuang banyak waktu. Kecuali, tentu, jika Anda orang yang jenius. Bagi kebanyakan pelaku bisnis yang kemudian sukses, masalahnya adalah bukan menciptakan sesuatu yang baru dan benar-benar unik, yang orang lain belum pernah mendengarnya. Melainkan, lebih pada menjawab pertanyaan "Bagaimana saya bisa memperbaiki produk ini, supaya lebih disukai pembeli?" atau "Bisakah saya membuatnya lebih baik atau berbeda dari yang pernah dibuat orang lain?" Kalau bisa menemukan jawaban untuk salah satu pertanyaan ini, bukankah produk atau layanan apa saja bisa Anda jadikan ide untuk memulai bisnis?


Cara Lain Mendapatkan Ide Bisnis

1.Daftarkan 5-7 hal dalam kehidupan pribadi Anda, yang Anda sukai atau kuasai dengan baik
2.Daftarkan 5-7 hal yang tidak Anda sukai atau merasa tidak menguasainya
3.Tanyakan kedua hal yang sama di atas untuk kehidupan bisnis atau kerja Anda
4.Daftarkan 3-5 produk atau layanan yang bisa membuat kehidupan Anda lebih baik, lebih produktif, lebih bahagia, atau memberi lebih banyak waktu
5.Ceklah, apakah ada kebutuhan terhadap produk atau layanan yang Anda sukai atau kuasai tersebut
6.Tanyakan kepada diri sendiri apakah Anda perlu mewujudkannya menjadi sebuah bisnis.