Minggu, 22 November 2009

Tujuh Kesalahan Bermitra Bisnis

Bermitra bisnis itu hal yang umum terjadi, dan kadang memang diperlukan, terlebih saat usaha baru mau dibangun atau berjalan. Alasannya sederhana: saling melengkapi keahlian, atau bisa patungan, entah itu peralatan kantor atau biaya operasional. Seseorang yang punya modal, kalau bisa bekerjasama dengan orang yang punya pengetahuan dan ketrampilan, tentu akan menciptakan sinergi dan keuntungan. Begitu pemikiran awal yang biasanya muncul.

Memang, kemitraan merupakan cara yang bagus untuk memulai bisnis. Namun, dari pengalaman, ini bukan selalu cara yang terbaik. Yang sulit dari kemitraan adalah, umumnya bermitra bisnis itu mirip seperti menikah. Di Amerika Serikat sana, statistiknya, separuh dari pernikahan itu tidak bertahan (mudah-mudahan di Indonesia statistiknya jauh lebih rendah).

Bagaimana membuat kemitraan bisnis tetap langgeng? Tentu, kedua pihak harus mampu menghandel banyak hal: ego masing-masing, masalah keuangan, stres pekerjaan, biaya overhead tiap bulan, pengeluaran sehari-hari, ditambah lagi persoalan para karyawan, dan sebagainya.

Jika Anda tengah berpikir untuk bermitra bsinis, tip berikut mungkin dapat menghindarkan Anda dari masalah yang bisa timbul kelak.

1. Berbagi modal, bukan biaya
Kapanpun Anda sharing modal ke dalam bisnis, apakah itu uang, barang-barang, informasi, atau properti, secara otomatis Anda membiayai usaha itu. Dalam dunia yang sempurna, mitra Anda itu mungkin lurus, jujur, beritegritas penuh, dan sama sekali tidak tergoda untuk menganggap sharing Anda ini sebagai hadiah atau miliknya sendiri. Namun, dalam dunia nyata tidak seperti itu. Jadi Anda mesti hati-hati. Lebih baik, buatlah perjanjian di mana biaya-biaya dibagi sesuai proporsi kemitraan. Hal ini akan lebih mudah dicari jalan keluarnya jika kemudian terjadi masalah.

2. Menjadikan mitra karena tidak mampu menggaji
Ini merupakan 'pembunuh' kemitraan sejak dari awal. Skema seperti ini sering terjadi: Ayu punya sedikit modal dan ide bisnis, sementara Dewi punya ketrampilan berbisnis. Tapi Ayu tidak bisa menggaji Dewi untuk menjadi tenaga pelaksananya, jadi mereka sepakat untuk bermitra. Yang terjadi kemudian, Ayu dan Dewi berselisih, dan akhirnya Ayu harus ikut bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban yang seharusnya ditanggung Dewi (keuangan, hutang-piutang, dan lain-lain) berdasarkan perjanjian kemitraan itu.

Jika Anda punya ide dan orang lain punya skill untuk melaksanakannya, rekrut saja dia menjadi staf, atau perlakukan dia seperti pemasok yang dikontrak. Jangan berikan apa yang seharusnya tidak perlu Anda berikan.

3. Tidak ada perjanjian kemitraan yang legal dan tertulis
Namanya bermitra, setiap detail dan kewajiban masing-masing pihak harus secara jelas didefinisikan, ditulis, dan disetujui kedua belah pihak.. Hal ini bisa dilakukan dengan membuat perjanjian legal tertulis yang dirancang oleh konsultan hukum atau bisnis. Pastikan konsultan ini bisa dimintai pendapat ketika terjadi masalah.

4. Lupa tidak mempertimbangkan kemitraan terbatas
Salah satu hal yang sering disebut dalam perjanjian kemitraan adalah klausul bahwa kewajiban satu pihak juga ditanggung pihak lainnya. Padahal, Anda bisa meminta kemitraan terbatas, di mana Anda bisa tidak ikut bertanggung jawab untuk tindakan atau kewajiban tertentu yang dilakukan mitra utama. Lagi-lagi, pastikan konsultan hukum Anda bisa mengatur hal ini secara tertulis.

5. Kurangnya exit strategy
Perkawinan dimulai dengan perjanjian pranikah, yang di antaranya memberikan alternatif jalan keluar kalau-kalau pernikahan itu tidak berhasil. Hal yang sama juga berlaku dalam kemitraan bisnis.

Dalam setiap persetujuan kemitraan, definiskkan alternatif jalan keluar jika Anda atau mitra Anda ingin berhenti bermitra. Misalnya apakah harus menjual saham/kepemilikan kepada pihak satunya, ataukah boleh menjual kepada pihak luar. Atau ketika mitra ingin keluar saat kondisi usaha merugi, seberapa banyak yang harus ia ikut tanggung.

6. Berharap tetap bersahabat setelah kemitraan berakhir
Tidak semua kemitraan bisnis berakhir dengan happy ending. Malah, seringnya berakhir dengan tidak baik-baik. Analoginya seperti suami-istri yang bercerai. Berapa banyak di antara mereka yang kemudian tetap menjadi sahabat baik?
Memang bagus bermitra bisnis, misalnya, dengan sahabat dekat. Namun perlu diingat bahwa dalam dunia bisnis, bisnis itu yang menjadi nomor satu, sementara persahabatan menjadi nomor dua.

7. Mempunyai kemitraan 50:50
Setiap bisnis, termasuk wirausaha, memerlukan seorang bos. Jika Anda akan bermitra, buatlah kemitraan itu 60:40, 70:30, atau 75:25, namun tidak 50:50. Jadi bisnis Anda punya satu orang kunci yang bertanggung jawab serta mengendalikan kontrol operasional secara keseluruhan, dan tidak selalu dihambat oleh mitranya yang punya power sama namun punya pandangan bertolak belakang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar